• About
  • Contact

E-M : Wawancara menstimuli jawaban lewat pertanyaan

 on Monday, 13 October 2014  

BANDUNG  – Wawancara jurnalistik pada dasarnya menstimuli jawaban melalui pertanyaan. Demikian diungkapkan Dosen Jurnalistik UIN Bandung, Enjang Muhaemin ketika menyampaikan materi “Wawancara sebagai Proses Komunikasi” pada mahasiswa Jurnalistik 5B di Gedung Z8, Kamis siang (16/09).


Dengan gaya penyampaian materi yang khas, dan menampilkan slide presentation yang dibuatnya sendiri, Enjang mengatakan,  posisi wartawan saat melakukan wawancara dapat dikatakan sebagai komunikator, karena ia mengajukan pertanyaan  sebagai stimulus yang  kemudian akan direspon narasumber.


Enjang  menambahkan, stimulus itu tak ubahnya sebuah  magnet, semakin besar magnet, maka semakin besar pula daya tariknya. Begitu pun stimulus yang diberikan wartawan kepada narasumber. Semakin berkualitas stimulus,  maka semakin  berkualitas pula respon yang akan diberikan narasumber.


Menurut Enjang, untuk mendapat jawaban berbobot, wartawan harus  memancing  dengan stimuli atau pertanyaan yang berbobot juga.  Kualitas respon atau jawaban narasumber akan sangat bergantung pada kualitas pertanyaan dan cara wartawan mengajukan pertanyaan.


Karena itu, seorang wartawan harus menguasai topik dan cara mengajukan pertanyaan. Wartawan, juga jangan mengajukan pertanyaan yang telah dibahas media sebelumnya, karena dapat membuat narasumber jenuh. Wartawan sebaiknya meng]ajukan pertanyaan  lain dengan cara menggali  dan menguasai topik terakhir yang dibahas media.


Bukan hanya itu, Enjang pun memaparkan, rekam jejak wartawan sangat mungkin berpengaruh terhadap respon narasumber, karena ia pun sesungguhnya melacak kredibilitas wartawan, sekalipun tanpa sepengetahuan  sang juru warta.


Pertemuan awal , kata Enjang, umumnya akan menentukan persepsi narasumber tentang sejauh mana kredibilitas seorang wartawan.  Narasumber dapat menilai dari cara wartawan menyapa, cara berjalan  menghampiri narasumber, hingga cara duduk.


Enjang juga menegaskan,  wartawan sebaiknya riset narasumber terlebih dulu.  Jangan percaya sepenuhnya pada asumsi umum, sebab faktanya di lapangan bisa saja berbeda.
Ia mencontohkan, seorang dosen kerap diasumsikan sebagai orang yang cerdas, namun tentu pada kenyataannya ada yang tidak seperti asumsi itu, bisa sebaliknya. 

Karena itu, riset menjadi penting agar wartawan tidak gugup ketika menghadapi  narasumber, juga saat mengajukan pertanyaan.


Masih menurut Enjang, ketika mewawancarai seseorang, ajukan saja satu pertanyaan pokok terlebih dulu lalu ikuti dengan pertanyaan susulan. Ini penting agar mendapat jawaban yang lebih rinci, mendalam, dan berkualitas]. Bila jawaban narasumber sudah dinilai lengkap dan mendalam, baru lanjutkan dengan pertanyaan lain. [] Hanif | Mahasiswa Jurnalistik UIN Bandung

E-M : Wawancara menstimuli jawaban lewat pertanyaan 4.5 5 Unknown Monday, 13 October 2014 BANDUNG    – Wawancara jurnalistik pada dasarnya menstimuli jawaban melalui pertanyaan. Demikian diungkapkan Dosen Jurnalistik UIN Bandung...


No comments:

Post a Comment

J-Theme